Sistematis! - Daniel Budiman
- Kategori Induk: Rubrikasi
- Diperbarui pada Senin, 06 Juli 2015 11:15
- Diterbitkan pada Selasa, 09 Maret 2010 21:47
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 6030
- 09 Mar

Baru-baru ini ia “pulang kampung.” Untuk berlibur sekaligus melepas rindu pada kerabat dan teman di Indonesia. Dan di sela kegiatannya selama mudik ini, Danny menerima Pastry & Bakery di sebuah hotel di Bandung, Sabtu petang, 7 November lalu, saat ia berlibur di Kota ini.
Kami memanfaatkan kesempatan bertemu selama sekitar satu jam di kafe hotel ini untuk menggali cerita seputar pengalamannya mengelola usaha bakery, dan bagaimana ia kemudian beralih ke usaha supplier bahan cake decorating di Amerika Serikat.
Mencari kehidupan lebih baik
Setelah lulus dari SMA Santa Maria Surabaya pada 1977, Daniel bermukim di Toronto, Kanada, belajar mechanical engineering, dengan konsentrasi belajar pada teknik mesin industri, pada sebuah universitas di sana. Tamat kuliah pada 1983, ia kembali ke Tanah Air dan bekerja sebagai sales engineer selama kurang lebih setahun untuk perusahaan galangan kapal di Jakarta.
Tak lama setelah menikah dengan Laurie pada 1985, pasangan ini bertolak ke Negeri Paman Sam untuk “mencari kehidupan yang lebih baik.” Dilatari pengalaman mereka berbulan madu di Los Angeles, di mana pasangan ini jatuh cinta pada kota di negara bagian California itu. “Udaranya bersih, cantik, dengan Hollywood dan Malibu-nya yang mengesankan,” tutur Danny, tentang pesona Los Angeles di mata mereka berdua.
Kisahnya “mencari kehidupan yang lebih baik” diawali dengan bekerja serabutan di Los Angeles. Termasuk menjadi petugas parkir, dan juru masak di restoran.
Masa sulit
Memiliki usaha sendiri adalah salah satu langkah agar permohonannya untuk memperoleh green card alias kewarganegaraan tetap Amerika Serikat dikabulkan. Maka, pada 1986, ia membeli Regal Bakery, sebuah bakery yang kondisinya nyaris bankrut.
Pada awalnya ia melanjutkan konsep bisnis dari pemilik lama, yakni full line bakery—yang menyediakan semua jenis produk bakery: roti, kukis, cake. Resepnya sebagian ala Jerman, dan sebagian ala Amerika. Selain memproduksi kue ala Indonesia, seperti lapis Surabaya, untuk melayani pelanggan asal Indonesia yang bermukim di Los Angeles.
Danny mengalami masa-masa sulit dalam dua tahun pertamanya mengelola Regal Bakery. Maklum, ia membeli bakery yang dalam kondisi nyaris bangkrut, dan AS pada masa itu sedang dilanda krisis ekonomi. Pada kurun waktu yang sama, ia pun belum menguasai seluk-beluk bisnis bakery di Los Angeles.
“Saya menghadapi situasi yang sangat sulit. Sampai hasil penjualan tidak cukup untuk membayar tagihan listrik, air bersih, gaji pegawai, dan lain-lain,” ungkap Danny. “Kami terpaksa menggunakan uang simpanan dan kartu kredit untuk membayar tagihan-tagihan.”

Kondisi bakery Regal Bakery membaik setelah Danny memutuskan memproduksi cake saja, tidak lagi memproduksi roti. Pasalnya, roti bermasa simpan lebih pendek dibanding cake, sehinga ia acap merugi akibat produk rotinya tidak terjual sebelum masa simpannya habis alias kadaluwarsa. “Kami masih membuat produk-produk pastry, misalnya ecclair, cream puff, muffin, chocolate mousse, strawberry mousse, cheese cake, cake torte, dan lain-lain. Tapi tidak lagi membuat produk yang mengandung ragi.”
Ia juga memproduksi froozen cake untuk dijual ke hotel-hotel, resort, dan banquet hall. “Dengan spesialisasi pada produk cake saja, kami makin fasih dalam bisnis ini.”
Pada 1988, proses evolusi dalam bisnisnya berlanjut, ketika ia memutuskan fokus pada wedding cake dan mengganti nama outletnya menjadi “The Wedding Cake Gallery.”
Setelah dua tahun, kreasi wedding cakenya populer di kawasan California Selatan, apalagi sejak ia membuat wedding cake terbesar di California. Jumlah pesanan yang diterimanya tumbuh, dari hanya menerima 2 pesanan pada tahun pertama sampai 286 pesanan dalam setahun.
“Saya menciptakan dekorasi wedding cake yang lain dari yang lain—unik dan spesial,” ungkap Danny, menjawab pertanyaan kami tentang bagaimana ia membangun reputasi dalam bidang wedding cake decorating.
Ia tak hanya mengembangkan keunikan dalam hal struktur dan desain wedding cake-nya, tapi juga tekstur yang lebih lembut dengan menggunakan rolled fondant yang formulasinya ia buat sendiri. Di samping itu, ia mengaplikasikan plastic icing yang kala itu belum populer di Amerika, dan menggunakan white chocolate untuk menciptakan ornamen white chocolate curl.
Danny juga membangun reputasi dalam memproduksi cheese cake untuk pesta pernikahan (cheese cake wedding cake). Mulai dari yang berukuran 6-7 inci sampai 26 inci. “Saya membuat full cheese cake wedding cake, yang proses pembuatannya sangat sulit, terutama dalam proses pemanggangannya. Kalau cara memanggangnya salah, bagian tengahnya belum matang—masih benyek.”
Eksperimen
Danny berlatarbelakang keluarga yang memiliki usaha bakery—orangtuanya membangun Toko Sumber Mitra, sebuah bakery shop yang didirikan pada 1972 di Surabaya. Dari membantu orangtuanya memproduksi cake untuk dijual di toko itu, Danny memperoleh pengetahuan tentang bagaimana memproduksinya. “Dari pengalaman membantu orangtua, saya jadi tahu apa fungsi baking powder, soda kue, telur, dan bahan-bahan lainnya.”
Dengan pengatahuan dasar itu, ditambah latar belakang pendidikannya dalam bidang mechanical engineering, ia melakukan eksperimen-eksperimen secara sistematis untuk menghasilkan produk-produk yang unggul dibanding yang dihasilkan oleh kompetitor. “Saya melalui proses trial and error. Bukan asal mencoba, tapi melakukan percobaan secara sistematis—berdasarkan logika,” tutur Danny, tentang bagaimana ia bisa menghasilkan wedding cake yang lain dari yang lain.
Ia juga secara sistematis mengamati apa yang dilakukan kompetitor—dan menganalisa kenapa kompetitor melakukan sesuatu itu. Dan dari sini, ia secara sistematis pula melakukan seuatu untuk mengungguli kompetitor.
Sementara itu, minatnya pada aktivitas menciptakan karya seni, terutama seni lukis, membantunya mengembangkan keleselarasan dalam karya wedding cake-nya. P&B (AY)