Hadi Tuwendi - Terus Belajar Sampai Menutup Mata
- Kategori Induk: Rubrikasi
- Diperbarui pada Senin, 06 Juli 2015 11:15
- Diterbitkan pada Senin, 12 November 2012 07:00
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 13640
- 12 Nov
Berbincang dengan Hadi Tuwendi sangat menarik. Berbagi kisah dan pengalaman. Pria yang tak mengenyam pendidikan formal dalam hal baking ini bangga dengan kemampuan otodidaknya yang mampu menghantarkan dirinya sampai posisi saat ini.
Berkunjung ke kediaman Hadi Tuwendi yang asri, Pastry&Bakery disambut dengan ramah. Sesekali sesi wawancara diselingi oleh telepon konsultasi dari murid-muridnya maupun hanya sekadar bertanya mengenai jadwal kursus privat yang ia selenggarakan. “Kalau saya tidak mengajar di PD Rossy, saya di rumah menerima murid privat di bawah bendera Hadistira. Tak segan mereka menelepon menanyakan atau melaporkan praktek kue yang gagal atau kurang sempurna,” jelas Hadi Peserta kursus Hadi Tuwendi baik dari kelas di PD Rossy maupun kelas privat di Hadistira Baking Course, tak terbatas dari Jakarta saja, “Murid-murid saya tersebar di seluruh Indonesia. Biasanya yang mengikuti kursus privat adalah calon-calon pebisnis bakery,” terang Hadi sambil tersenyum. Lanjutnya lagi, “Tak hanya calon pebisnis saja, melainkan juga pemilik bakery, keluarga pemilik bakery bahkan tak jarang sang pemilik bakery mengajak pegawainya untuk belajar.” Kebanyakan yang mengikuti kursus privat karena merasa ilmu yang didapat lebih banyak, “Kalau di tempat kursus waktu terbatas dan kadang tidak mempergunakan metode hands-on. Berbeda dengan kelas privat, waktunya lebih panjang dan murid bisa hands-on. Maka banyak murid-murid yang berasal dari Malang, Lampung, Jambi dan berbagai kota di Indonesia untuk belajar. Puji Tuhan, rumah saya memiliki fasilitas kelas dan ruang praktek yang nyaman untuk mereka belajar privat,” ujarnya dengan merendah.
Jangan Takut Gagal
Menjadi guru adalah cita-cita Hadi sejak kecil. Maka posisinya saat ini sebagai pengajar handal adalah pencapaian yang sangat ia banggakan. “Sejak kecil saya memang bercita-cita menjadi guru. Tapi saya tidak menyangka jadi guru kue,” ujar Hadi sambil terkekeh. “Kesempatan untuk berbagi ilmu adalah kepuasan yang tak terukur. Terutama pada saat saya memasuki masa senja adalah memiliki waktu untuk mengajar, untuk sharing ilmu. Ilmu tidak dibawa mati, sangat sayang kalau kita menggengam sendiri ilmu kita. Sharing-lah dengan siapa saja yang mau belajar,” ujar pria yang selalu apik dalam berbusana ini Hadi Tuwendi pensiun sebagai Chef di Holland Bakery pada tahun 2003. Namun kegiatannya sebagai pengajar malah semakin padat. “Sewaktu masih aktif, saya juga mengajar, tapi jadwal mengajarnya bisa dihitung dengan jari. Saat ini saya memiliki jadwal megajar rutin di PD Rossy Jakarta, di rumah kadang-kadang ada jadwal mengajar privat dan undangan mengajar di luar kota. Dalam satu bulan, hari tanpa mengajar paling-paling hanya satu minggu,” ujar Handi yang menyukai tanaman dan melukis ini. “Kunci sukses dalam mengajar adalah kesabaran, saya ingin murid-murid sepulang kursus benar-benar mengerti dan bisa praktek lagi. Harus bisa sampai mahir. Misalnya gagal, jangan takut, bikin lagi sampai bisa. Jangan berhenti di perjalanan, harus bikin terus sampai jadi. Juga dalam kasus si murid melakukan praktek gagal, datang saja ke rumah, bawa hasilnya, nanti saya akan bantu analisa dan yang penting jangan segan untuk mencoba terus. Kesalahan-kesalahan yang terjadi bukan hanya dari ketepatan resep namun juga teknik mengocok, teknik memanggang yang hasilnya akan menghasilkan produk yang berbeda-beda.
“Saya coba membantu, lama-lama hasilnya akan bagus. Keberhasilan mereka memberikan kepuasan kepada diri saya. Saya memberikan ‘servis’ berupa konsultasi gratis untuk para murid. Keberhasilan mereka adalah kebahagiaan untuk saya. Setelah murid-murid saya merasa percaya diri karena sudah mampu memuat kue dengan sempurna, tak segan saya juga memberi dorongan. Apakah mereka mau terima pesanan di rumah atau buka bakery. Karena menurut saya setelah belajar, memperoleh ilmu, dilanjutkan dengan melakukan praktek dan menghasilkan produk yang baik, tak ada salahnya untuk mencoba berbisnis,” Hadi percaya, bahwa sebelum mencapai karir gemilang, seseorang pasti akan melewati beberapa kegagalan. “Seorang pakar pasti pernah mengalami kegagalan. Bohong kalau belum pernah gagal. Tapi untuk saya pribadi, kegagalan adalah pangkal kesuksesan. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Begitu gagal harus kita pelajari kembali hingga berhasil, maka itu menjadi pengalaman,” tegas Handi. “Banyak murid-murid saya yang angkat tangan kalau ketemu dengan satu masalah, tapi saya selalu tekankan kepada mereka untuk jangan malas mencoba kalau ingin sukses dalam baking. Tidak boleh patah semangat. Bahkan seorang juara bukan tidak pernah mengalami kegagalan, namun selalu terus berjuang untuk memperoleh keberhasilan,” lanjut kolektor ikan hias ini.
Jangan Mudah Puas
Tetap membuka diri dengan perubahan dan tak segan belajar merupakan salah satu kunci sukses dari Hadi Tuwendi. “Saya memang tidak menyandang pendidikan formal dalam hal baking, namun dengan pengalaman dan belajar secara otodidak, saya benar-benar menguasai teknik-teknik dan teori baking dengan baik,” jelas Hadi. Mencapai kemampuan seperti Hadi tidak semudah membuka telapak tangan,” Memerlukan bertahun-tahun untuk bisa menguasai kemampuan baking. Hadi kecil sejak masa sekolah kerap diminta membantu Sang Nenek yang memiliki hobby membuat kue-kue Soes, Ontbijtkoek, maupun Spekkoek. Ia tidak menguasai resep, namun mengerti benar mengenai teknik-teknik agar membuat kue-kue tadi tercipta dengan sempurna. “Dalam membuat kue, tak cukup resep yang mempergunakan bahan-bahan terbaik, ukuran tepat, tapi didukung dengan dengan teknik yang tepat,” ungkap Hadi.
Perjalanan sukses Hadi tak berhenti disitu saja, ia membuktikan diri dengan cara mengikuti berbagai lomba. “Melalui lomba-lomba yang saya ikuti, saya tak hanya menguji kemampuan, tapi juga belajar dari sesama peserta lomba,” kenang Hadi. Tak segan belajar dengan siapapun adalah prinsip Hadi, “Orangtua saya mengatakan bahwa belajar itu tak ada batas umur, dan tidak ada batas waktu sampai nanti kita tutup mata. Jadi sampai sekarang ini saya tetap belajar, tetap rajin buka buku, bahkan kepada pembantu dan pegawai-pegawai saya tak segan bertanya. Dalam proses belajar kita jangan selalu melihat ke atas. Kita harus bisa melihat ke sekitar kita, bahkan juga ke bawah, karena ilmu bisa kita dapat dari mana saja dan tak pandang bulu,” ujar pria kelahiran 22 Juli 1943 ini.
Bakery Punya Ciri Khas
Hadi menyoroti bahwa saat ini bisnis bakery bak jamur di musim hujan. “Bakery besar, bakery kecil, usaha rumahan hingga bakery dengan franchise dari luar negeri membanjiri kota-kota besar, khususnya Jakarta. Tapi jujur saja, tak semua bakery tersebut bisa bertahan. Modal boleh besar, tapi sebaiknya pemilik bakery juga bisa menguasai pengetahuan dasar mengenai baking,” tegas Hadi yang pernah membuka usaha bakery selama enam tahun. Pesan Hadi untuk mempertahankan bisnis bakery agar tetap disukai adalah memiliki ciri khas sekaligus mempertahankan rasa. “Lebih baik menjadikan potongan agak kecil, namun rasanya tetap seperti yang dikenal. Karena pembeli produk bakery akan kembali membeli bahkan merekomendasikan kepada lingkungan sekitarnya jika merasa puas dengan sebuah bakery,” kata pria kelahiran Cianjur ini. Lanjutnya lagi, “Kegagalan bakery mempertahankan pelanggannya karena biasanya mereka tidak up-to-date, tidak peka dengan tren. Tak harus mengikuti arus, namun sebagai pengusaha bakery harus terus mengikuti perkembangan teknologi dan perkembangan di dunia bakery. Saat ini saingan makin banyak, jadi harus rajin mengembangkan kemampuan tapi tetap memiliki ciri khas.” P&B/Rika Eridani, foto-foto: Rika Eridani, dok. Hadi Tuwendi dan dok. P&B
Kunci sukses Hadi Tuwendi :
- Pantang menyerah
- Jangan takut gagal
- Harus terus berani mencoba
- Jangan segan bertanya. Belajar terus kepada siapa saja, sampai kapanpun