Belajar dari Kesalahan
- Kategori Induk: Rubrikasi
- Diperbarui pada Senin, 06 Juli 2015 11:15
- Diterbitkan pada Sabtu, 06 Februari 2010 18:42
- Ditulis oleh admin1
- Dilihat: 6866
- 06 Feb

Pastry&Bakery menemui Yap di outlet Bakerzin di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, suatu siang pertengahan Juli lalu. Saat Pastry&Bakery memintanya mengungkapkan kesulitan yang dialaminya saat mulai menjalankan perannya sebagai Chef di Bakerzin Indonesia, Yap tersenyum dan mengernyitkan kening, seperti berusaha mengingat-ingat sebuah fragmen di masa lalunya.

Situasi ini menyebabkan mekanisme kerja di Bakerzin Indonesia agak semrawut. Pendiri Bakerzin, Daniel Tay, pun terbang ke Jakarta untuk mengatasi masalah ini. Daniel, yang dikenal berkarakter tegas, langsung mengkritik budaya kerja yang diterapkan Yap. Pasalnya, Yap mengadopsi budaya kerja masyakat Singapura untuk diterapkan di Indonesia. Padahal budaya kerja di kedua negara itu tak persis sama.
”Saya menarik kesimpulan dari situasi ini, bahwa saya tidak bisa memaksakan budaya kerja yang sesuai kemauan saya namun tidak sesuai bagi mereka,” tuturnya. ”Jika saya terus memaksakan, malah memperburuk kinerja tim.”
Bertemu Daniel Tay
Perkenalannya dengan Tan Le Kun, memungkinkan Yap belajar lebih dalam mengenai pastry dari Chef asal Singapura itu. Dengan bekerja di bawah Ten Lee Kun,
ukses dalam karir di pastry.
Selanjutnya, pertemuan Yap dengan Daniel Tay pada 2001 mengantarkannya fokus pada Bakerzin Singapura. Setahun kemudian, Yap menerima tugas dari Daniel untuk mengelola peluasan jaringan bisnis Bakerzin ke Indonesia.
”Daniel mempersiapkan saya. Menjelang keberangkatan saya ke Jakarta, ia mengajak saya berkunjung ke beberapa negara di dunia untuk melihat langsung bakery dan pastry di sana. Saya senang karena Daniel sangat terbuka dan tak segan berbagi ilmunya,” ujar Yap.
Ingin punya
outlet sendiri
Yap menghabiskan cukup banyak masa kecilnya untuk membantu sang ibu berjualan kue tradisional China di pasar. Tak lama setelah ayahnya meninggal dunia, dan Yap lulus dari sekolah menengah atas, ia mengadu nasib ke Singapura—dengan direstui ibunya.
Di Singapura, pada pagi hari Yap bekerja di toko kue tradisional Taiwan, malamnya belajar di sekolah bakery. Ia mengaplikasikan hasil belajarnya dari sekolah bakery di toko kue tersebut.
“Saya mempelajari teknik dasar pembuatan produk-produk bakery, pastry, dan kue tradisional hanya dalam periode dua tahun. Setelah itu, saya
mengembangkan kemampuan secara otodidak, dengan banyak belajar pada orang-orang hebat seperti Tan Le Kun juga Daniel Tay,” tukas ayah dari seorang anak perempuan berusia 7 tahun ini.
Pastry&Bakery menanyakan apa yang ia mau capai dalam lima tahun mendatang. Yap menjawabnya sembari tersenyum dan dengan intonasi ringan seperti sedang bercanda, “Mungkin pada saat itu Anda akan mewawancarai saya di outlet milik saya sendiri.”