dan Bekasi (Jabodetabek) pada bulan Maret 2013. Tujuan kami adalah memberi gambaran kepada Pembaca mengenai tren perilaku konsumen dewasa ini, khususnya penerimaan mereka terhadap tampilan produk yang ditawarkan bakery atau produsen donat pada umumnya. Kami tidak mengajukan pertanyaan mengenai merek produk/toko pilihan responden. Demi menghindari potensi mengarahkan Pembaca untuk memilih produk donat dengan merek tertentu atau yang ditawarkan oleh bakery tertentu. Tetapi kami memotret tren perilaku konsumen berkaitan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan mereka untuk memilih item produk donat. Kami akan melakukan survei dengan topik yang sama setiap periode tertentu, untuk melihat apakah terjadi pergeseran atau tren perilaku konsumen.
Metode survei
Metode yang kami gunakan dalam survei ini adalah random sampling. Dengan menggunakan kerangka sampling pemilik
nomor telepon yang tercantum pada Buku Telepon Residensial dan Bisnis tahun 2012 terbitan PT Infomedia Nusantara, dengan konsentrasi nomor telepon residensial khusus untuk wilayah kota-kota di Jabodetabek. Pemilihan responden pemilik nomor telepon residensial dilakukan secara acak, dengan jumlah keseluruhan 165 responden. Pengambilan sampel dilakukan selama tujuh hari, 4-10 Maret 2013. Kami menggunakan buku telepon residensial sebagai kerangka pengambilan sampel untuk memastikan bahwa reponden tinggal di Jabodetabek. Namun kerangka ini mengandung kelemahan, antara lain karena yang tidak memiliki telepon rumah tidak terwakili. Di samping itu, kerangka ini menyebabkan setiap orang dalam sebua populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi responden. Oleh sebab itu hasil survei ini tidak menggambarkan kondisi sebenarnya di masyarakat. Pro l Responden Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (66 %). Usia responden antara 17 hingga 50 tahun ke atas, dan mayoritas berusia antara 31-40 (67%). Di samping itu, kebanyakan (58%) responden sudah atau pernah menikah. Status pekerjaan responden bervariasi, dimana karyawan swasta/BUMN dan pegawai negeri sipil sebanyak 41%, dan 10% berprofesi wirawasta. Selebihnya ibu rumah tangga (33%), pelajar/ mahasiswa (13%) dan lainnya (2%).
Ketika terpikir tentang donat, bagaimana bentuk donat yang terbayang di benak Anda? Kami melayangkan pertanyaan itu ke responden kami, dan ternyata. Kreativitas para donut maker menghasilkan beragam tampilan donat. Termasuk yang berbentuk hati, segitiga, segiempat, atau lonjong. Tapi apakah konsumen secara umum dapat dengan mudah menerima kreasi bentuk donat itu? Hasil survei kami menunjukkan, sebagian besar (64%) responden lebih mudah menerima donat dengan bentuk konvensional, yakni berbentuk cincin alias bulat dan berlubang di bagian tengahnya. Dengan kata lain, ketika terpikir tentang donat, mereka membayangkan bentuknya yang seperti cincin
itu. “Kayaknya kok aneh ya kalau pegang donat yang gak bolong tengahnya,” kata Monica, 23, perawat di sebuah rumah sakit di Jakarta Selatan. Hal ini berkaitan dengan fenomena bahwa donat cukup populer di Indonesia sejak beberapa puluh tahun silam, di mana para pembuatnya secara tak langsung mengakrabkan donat berbentuk cincin ke masyarakat konsumennya. Bentuk tersebut dapat dengan mudah diingat, dan seolah merupakan ciri khasnya dibanding jenis produk bakery lainnya. Kami berharap temuan ini tak mematahkan semangat kreativitas para pembuat donat untuk menciptakan bentuk maupun tampilan donat, demi menarik minat konsumennya. Tapi sebaiknya tetap menyediakan “donat yang bolong tengahnya,” dan berkreasi dengan tampilan topping serta formulasi/kombinasi bahan perisanya.
Berharap Donat yang Lebih Kaya Rasa
Mana yang lebih disukai pelanggan, donat dengan topping atau dengan fi lling? Sebagian besar (45%) responden kami mengaku lebih menyukai donat dengan topping. Ini relevan dengan temuan lain dalam survei kami bahwa kebanyakan responden lebih familiar dengan donat berbentuk cincin yang lazimnya disajikan dengan topping. Responden yang lebih menyukai donat dengan fi lling, yang biasanya terdapat pada donat berbentuk bulat atau bentuk lain tanpa lubang di tengahnya, hanya 21%. Sementara itu, 33% responden lebih menyukai donat dengan kombinasi topping dan fi lling. Temuan bahwa mayoritas responden lebih berselera pada donat dengan topping tidak semata karena mereka lebih familiar dengan donat berbentuk cincin. Fungsi topping tak hanya memerkaya citarasa tapi juga menjadikan tampilan donat lebih menarik dan menggugah selera. Pelanggan bisa membayangkan citarasanya dari penataan dan
pilihan bahan perisa pada topping. Sementara itu, mereka yang lebih menyukai donat dengan fi lling pada umumnya beralasan bahwa itu akan membuat donat lebih praktis untuk dinikmati. Ketimbang dengan topping yang cenderung
merepotkan, lantaran toppingnya mungkin rontok atau membuat tangan mereka belepotan saat memegang untuk menyantapnya. Lalu apa alasan responden lebih menyukai donat dengan kombinasi topping dan fi lling? Jawabannya: mereka umumnya berasumsi bahwa kombinasi itu menjadikan donat lebih kaya citarasa. Itulah mengapa jumlah responden yang menyukai kombinasi topping dan fi lling menempati urutan kedua dalam survei ini.
Evolusi Donat
Bentuk donat dengan lubang di tengahnya ternyata ditemukan oleh bocah belasan tahun. Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai negara asal-usul donat, meski sejarah kemunculan panganan ini diwarnai kesimpangsiuran. Salah satu cerita mengenai asal-usulnya, sebagaimana ditulis di wikipedia.org, menyebutkan donat diperkenalkan di AS oleh seorang warga keturunan Belanda yang juga memopulerkan beberapa dessert termasuk cookies, apple pie dan cream pie. Pada mulanya, donat berbentuk bola-bola kecil. Warga AS, Hanson Crocket Gregory, disebut sebagai kreator donat berbentuk cincin yang kemudian populer di dunia. Pada 1847, tatkala Hanson berusia 16 tahun, ia kecewa karena bagian tengah “roti goreng” bikinan ibunya ternyata belum matang. Ibunya mengatakan bahwa bagian tengahnya makan susah matangnya. Hanson mencari solusi. Ia mengambil pisau untuk mencungkil bagian tengah roti sehingga berbentuk cincin. Dari sinilah adonan “roti goreng” yang kemudian disebut donat dibuat menyerupai cincin--hingga tak ada lagi masalah bagian tengahnya belum matang. Ada pihak mengklaim penemu bentuk cincin untuk donat. Di antaranya High Eagle, kepala suku Indian Wampanoag. Ia mengungkapkan bahwa pencetus bentuk itu adalah leluhurnya. Tapi pada 1941, National Dunking Assosiation of America menyatakan, penemu bentuk donat dengan lubang di tengahnya adalah Hanson Crocket Gregory. Panganan ini diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia pada 1968, ketika American Donut membuka stan di Djakarta Fair (sekarang Pekan Raya Jakarta). Pada 1985, Dunkin Donuts membuka gerai pertama di Jakarta, dan selanjutnya di kota-kota lain di Indonesia. Sukses Dunkin Donuts di sini kemudian memicu kehadiran gerai-gerai waralaba donat dari mancanegara dan lokal. Pada 2005, J.CO Donuts & Coffee muncul sebagai bakery donat merek lokal paling populer dan membangkitkan kembali demam donat di Indonesia.
Donat dan Tren “Food to Go”
Donat bakal kian populer? Beberapa fakta mengarah ke fenomena itu. Tahun lalu kami merilis hasil survei yang menunjukkan bahwa penjualan produk donat di sejumlah in-store bakery di Amerika Serikat mengalami pertumbuhan paling tinggi dibanding jenis produk lain yang tersedia in-store bakery dalam beberapa tahun terakhir. Dan baru-baru ini, Majalah Stylist yang berbasis di London, Inggris, memasukkan donat sebagai salah satu dari Top 10 Cultural Trends 2013. Prediksi Stylist muncul setelah Nigella Lawson, food writer sekaligus celebrity chef kondang di
Inggris, menyajikannya pada pesta Natal tahun lalu. Donat yang disajikan di pesta ini buatan Electric Donuts di London, dengan perisa antara lain maple bourbon, jahe bubuk dan bergamot orange. Ini mengindikasikan tren perisa donat lebih bervariasi, tak lagi hanya berputar-putar pada perisa tradisional seperti kacang, cokelat, keju, maupun selai raspberry dan custard yang belakangan ini paling populer sebagai perisa donat di Inggris. Dengan kata lain, tren donat dengan savory flavour tengah mengembang di sana--dan mungkin bakal meluas ke berbagai belahan dunia.
“Bahan perisa seperti hati ayam, black pudding, daging asap, dan fennel salt akan menjadi bagian dari varian donat dimana-mana,” tutur Alexa Perrin, dari Experimental Food Society, seperti dikutip Stylist.co.uk. Sementara itu, pakar makanan Andre Dang memprediksi donat yang ditawarkan bakery di Inggris bakal berukuran lebih besar. Prediksi bahwa varian donat berperisa savory bakal kian populer, dan makin banyak bakery menawarkan donat berukuran lebih masif, tampaknya berkaitan dengan kecenderungan bakal bertambah banyak orang menjadikan donat sebagai salah satu pilihan menu makan besar dalam perjalanan. Ini seiring tren “food to go”. Tren tersebut dipicu makin tingginya tingkat kesibukan dan mobilitas warga kota besar dunia. Saking sibuknya, mereka sarapan, makan siang, bahkan makan malam dalam perjalanan dari satu titik ke titik lain. Dan oleh karena itu mereka mencari
makanan yang dapat dengan cepat dipesan dan praktis untuk disantap dimana saja, termasuk saat menyetir mobil.
You have no rights to post comments